Malam semakin larut, angin laut berhembus dari arah belakang rumah ketika hujan turun tak kenal waktu. Lelaki itu masih saja dengan gawainya. Tiba-tiba satu pesan masuk, sebuah foto bongkahan batu gajah tertimbun tanah yang menjorok ke laut.
Lelaki itu telah berusaha
untuk tertidur, namun tetap tidak bisa. Foto yang baru saja ia lihat berkecamuk
dalam kepalanya.
Lelaki itu kemudian
teringat peristiwa beberapa tahun silam, di pantai tersebut pernah terjadi abrasi. Abrasi sempat mengambil separuh badan jalan. Namun, beberapa tahun
terakhir kembali normal. Bumi memperbaiki dirinya sendiri.
Foto penimbunan atau mungkin
bisa disebut reklamasi tersebut diambil dari salah satu objek wisata yang ada
di desanya. Kemungkinan reklamasi itu akan dijadikan salah satu spot foto,
untuk menarik lebih banyak wisatawan. Mengingat lokasi tersebut merupakan spot
terbaik untuk melihat matahari tenggelam.
Namun menurutnya, apa
yang dilakukan oleh pihak pengelola tersebut akan sangat merugikan masyarakat.
Lelaki itu kemudian membuka
memori di kepalanya, tentang percakapannya dengan salah seorang mantan karyawan
yang sempat bekerja disana. Ia menceritakan bagaimana kemudian jahatnya
perusahaan yang tidak memberikan haknya selama beberapa bulan. Dan akhirnya ia
memilih untuk berhenti bekerja. Bukan hanya dirinya, juga beberapa rekannya yang
merasakan hal serupa.
Awal hadirnya objek wisata
tersebut, cukup membantu perekonomian masyarakat sekitar karena mayoritas
karyawannya adalah masyarakat lokal. Juga masyarakat yang menjual aneka makanan
dan minuman cukup laris manis.
Namun seiring berjalannya
waktu, masalah mulai muncul. Satu-persatu masyarakat lokal yang dijadikan
karyawan mulai tergantikan oleh orang-orang dari luar. Parahnya lagi, beberapa
orang memilih untuk berhenti karena tidak diberikan gaji selama beberapa bulan
dan hingga hari ini belum dibayarkan.
Lelaki itu mengulik lebih
dalam ingatannya, ia kembali mengingat sebuah peristiwa ketika ikut dalam
sebuah diskusi publik yang dilakukan oleh pemerintah setempat terkait pengelolaan
pariwisata. Diskusi itu dilakukan setelah pemerintah setempat melakukan study
banding ke salah satu desa wisata yang ada di Daerah Istimewa Jogjakarta. Pada kesempatan
tersebut, ia mengajukan pertanyaan sederhana. Sejauh ini, apa kontribusi objek
wisata yang ada di desa kita dalam pembangunan desa?
Jawabnya dengan tegas,
sampah! Sejauh ini kontribusinya adalah sampah. Meningkatnya kuantitas
pengunjung yang menikmati waktu libur di objek wisata tersebut juga
meningkatkan jumlah sampah yang berserakan di sepanjang jalan. Hal tersebut
tidak terlepas dari perilaku wisatawan yang masih sering buang sampah sembarang
dan ini sangat merugikan masyarakat.
Lelaki itu mengulik lebih
jauh lagi ingatannya, ketika masih kanak-kanak ia melihat kerbau dan sapi
peliharaan masyarakat yang digiring di pinggir pantai menuju kandang masing-masing.
Namun sore tadi, ia melihat hewan peliharaan masyarakat itu kini menghiasi
jalan raya dan mengganggu aktivitas pengendara yang melewati jalan itu. Hewan
peliharaan itu digiring di jalan raya bukan tanpa sebab, tapi jalan yang sering
mereka lalui dulu, kini ditutup oleh pihak pengelola objek wisata. Sehingga tidak
ada pilihan lain, jalan tersebutlah solusi agar hewan tersebut bisa sampai ke
kandang.
Objek wisata yang
seharusnya dibanggakan oleh masyarakat sekitar, justru malah merugikan
masyarakat itu sendiri.
Kembali kepersoalan
reklamasi. Ini masalah baru lagi, cepat atau lambat masyarakat akan kehilangan
sumber mata pencahariannya. Selain bertani dan beternak, mayoritas mata
pencaharian masyarakat pesisir di Desa tersebut adalah nelayan tradisional. Orang-orang
disana menyebutnya Parempa. Parempa sudah pasti tidak bisa lagi menebar jaring
di area tersebut. Selain itu, ikan akan semakin jauh ke tengah laut. Jika itu
terjadi, jaring parempa tidak akan bisa menjangkaunya.
Masalah akan terus muncul
ketika hal ini didiamkan dan dibiarkan, kata lelaki itu dalam hatinya. Jika
pemerintah diam, maka ia harus bergerak. Namun ia sadar bahwa hal tersebut
tidak bisa ia selesaikan seorang diri. Ia butuh kawan, melawan segala persoalan
yang ada. Bersediakah anda menjadi kawannya?