Jumat, 12 Mei 2023

OBJEK WISATA: DUA SISI MATA PISAU

Malam semakin larut, angin laut berhembus dari arah belakang rumah ketika hujan turun tak kenal waktu. Lelaki itu masih saja dengan gawainya. Tiba-tiba satu pesan masuk, sebuah foto bongkahan batu gajah tertimbun tanah yang menjorok ke laut.

Lelaki itu telah berusaha untuk tertidur, namun tetap tidak bisa. Foto yang baru saja ia lihat berkecamuk dalam kepalanya.

Lelaki itu kemudian teringat peristiwa beberapa tahun silam, di pantai tersebut pernah terjadi abrasi. Abrasi sempat mengambil separuh badan jalan. Namun, beberapa tahun terakhir kembali normal. Bumi memperbaiki dirinya sendiri.

Foto penimbunan atau mungkin bisa disebut reklamasi tersebut diambil dari salah satu objek wisata yang ada di desanya. Kemungkinan reklamasi itu akan dijadikan salah satu spot foto, untuk menarik lebih banyak wisatawan. Mengingat lokasi tersebut merupakan spot terbaik untuk melihat matahari tenggelam.

Namun menurutnya, apa yang dilakukan oleh pihak pengelola tersebut akan sangat merugikan masyarakat.

Lelaki itu kemudian membuka memori di kepalanya, tentang percakapannya dengan salah seorang mantan karyawan yang sempat bekerja disana. Ia menceritakan bagaimana kemudian jahatnya perusahaan yang tidak memberikan haknya selama beberapa bulan. Dan akhirnya ia memilih untuk berhenti bekerja. Bukan hanya dirinya, juga beberapa rekannya yang merasakan hal serupa.

Awal hadirnya objek wisata tersebut, cukup membantu perekonomian masyarakat sekitar karena mayoritas karyawannya adalah masyarakat lokal. Juga masyarakat yang menjual aneka makanan dan minuman cukup laris manis.

Namun seiring berjalannya waktu, masalah mulai muncul. Satu-persatu masyarakat lokal yang dijadikan karyawan mulai tergantikan oleh orang-orang dari luar. Parahnya lagi, beberapa orang memilih untuk berhenti karena tidak diberikan gaji selama beberapa bulan dan hingga hari ini belum dibayarkan.

Lelaki itu mengulik lebih dalam ingatannya, ia kembali mengingat sebuah peristiwa ketika ikut dalam sebuah diskusi publik yang dilakukan oleh pemerintah setempat terkait pengelolaan pariwisata. Diskusi itu dilakukan setelah pemerintah setempat melakukan study banding ke salah satu desa wisata yang ada di Daerah Istimewa Jogjakarta. Pada kesempatan tersebut, ia mengajukan pertanyaan sederhana. Sejauh ini, apa kontribusi objek wisata yang ada di desa kita dalam pembangunan desa?

Jawabnya dengan tegas, sampah! Sejauh ini kontribusinya adalah sampah. Meningkatnya kuantitas pengunjung yang menikmati waktu libur di objek wisata tersebut juga meningkatkan jumlah sampah yang berserakan di sepanjang jalan. Hal tersebut tidak terlepas dari perilaku wisatawan yang masih sering buang sampah sembarang dan ini sangat merugikan masyarakat.

Lelaki itu mengulik lebih jauh lagi ingatannya, ketika masih kanak-kanak ia melihat kerbau dan sapi peliharaan masyarakat yang digiring di pinggir pantai menuju kandang masing-masing. Namun sore tadi, ia melihat hewan peliharaan masyarakat itu kini menghiasi jalan raya dan mengganggu aktivitas pengendara yang melewati jalan itu. Hewan peliharaan itu digiring di jalan raya bukan tanpa sebab, tapi jalan yang sering mereka lalui dulu, kini ditutup oleh pihak pengelola objek wisata. Sehingga tidak ada pilihan lain, jalan tersebutlah solusi agar hewan tersebut bisa sampai ke kandang.

Objek wisata yang seharusnya dibanggakan oleh masyarakat sekitar, justru malah merugikan masyarakat itu sendiri.

Kembali kepersoalan reklamasi. Ini masalah baru lagi, cepat atau lambat masyarakat akan kehilangan sumber mata pencahariannya. Selain bertani dan beternak, mayoritas mata pencaharian masyarakat pesisir di Desa tersebut adalah nelayan tradisional. Orang-orang disana menyebutnya Parempa. Parempa sudah pasti tidak bisa lagi menebar jaring di area tersebut. Selain itu, ikan akan semakin jauh ke tengah laut. Jika itu terjadi, jaring parempa  tidak akan bisa menjangkaunya.

Masalah akan terus muncul ketika hal ini didiamkan dan dibiarkan, kata lelaki itu dalam hatinya. Jika pemerintah diam, maka ia harus bergerak. Namun ia sadar bahwa hal tersebut tidak bisa ia selesaikan seorang diri. Ia butuh kawan, melawan segala persoalan yang ada. Bersediakah anda menjadi kawannya?